Jumat, 23 November 2018

Tugas 2 Makalah Manajemen Pemasaran Global Orientasi Bisnis Global Model EPRG

MAKALAH
MANAJEMEN PEMASARAN GLOBAL
ORIENTASI BISNIS GLOBAL MODEL EPRG

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
ANGGEA AUDIKA LESTARI
10215778
ANGGARA ADI PRATAMA
10215775
FERRY CHRISLIANDY SEBAYANG
1B216811
RISKA LESTARI
16215056
ROMANAH KADARISMAN
16215254
YELLY CINTIA HANSEN
17215229

KELAS 4EA33



JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.


Bekasi, 24 November 2018

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR    i
DAFTAR ISI    ii
BAB I PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah    1
  2. Rumusan Masalah    1
  3. Tujuan Pembahasan    1

BAB II PEMBAHASAN
          2.1 Etnosentris    2   
          2.2 Polisentris    4
          2.3 Regiosentris    5
          2.4 Geosentris    6
          2.5 Contoh Penerapan EPRG    8

BAB III PENUTUP
          3.1 Kesimpulan    11
 
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Model EPRG (etnosentris, polisentris, regiosentris, geosentris) adakalanya juga disebut sebagai model EPG (etnosentris, polisentris dan geosentris), adalah suatu istilah yang sering digunakan dalam pemasaran internasional atau global. Perlmutter (1969) adalah orang pertama yang memperkenalkan model EPG, yaitu suatu strategi organisasi yang ditandai oleh tiga faktor, yakni: etnosentrisme, polisentrisme dan geosentrisme. Pada periode berikutnya Perlmutter dan Douglas (1973) melengkapi model EPG ini dengan faktor lain, yaitu regiosentrisme, yang kemudian dikenal dengan model EPRG. Model tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi orientasi suatu organisasi, dimana biaya dan keuntungan organisasi akan berbeda tergantung pada orientasi model tersebut. Oleh karena itu identifikasi akan orientasi yang tepat adalah sangat penting. Demikian pula halnya adalah penting agar budaya organisasi, strategi pemasaran, dan lain sebagainya dilaksanakan secara konsisten, sehingga organisasi dapat beroperasi secara efisien di pasar. Uraian berikut ini merupakan paparan dari ide-ide utama model EPRG dalam konteks dan relevansinya dengan ekonomi moderen dalam era globalisasi.

  1. Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan model EPRG?
  2. Bagaimana bentuk orientasi bisnis global dengan model EPRG?
  3. Apa saja contoh perusahaan yang menggunakan model EPRG?

1.3 Tujuan Pembahasan
  1. Mempelajari dan memahami maksud dari model EPRG
  2. Mempelajari dan memahami bentuk orientasi bisnis global dengan model EPRG
  3. Mempelajari dan memahami contoh perusahaan yang menggunakan model EPRG



BAB II
PEMBAHASAN

  1. Etnosentris
Model pertama adalah model yang sangat umum pada organisasi yang baru memulai kegiatan internasional. Model Etnosentris berasumsi bahwa negara asalnya lebih unggul dibanding negara lain di dunia. Manajemen hanya melihat persamaan yang ada di pasar dan berasumsi bahwa produk dan kebiasaan yang sukses di negeri sendiri akan sukses juga di mana saja. Sekarang paham ini menjadi ancaman internal terbesar yang dihadapi perusahaan. Perusahaan etnosentris yang berbisnis di luar negeri dapat disebut sebagai perusahaan internasional. Organisasi semacam ini lebih memusatkan upaya mereka pada aspek operasi dan pemasaran, terutama pada pasar domestik. Kegiatan pada pasar luar negeri biasanya dianggap sebagai kegiatan sementara. Oleh karena itu, pola perilaku pasar organisasi demikian didasarkan pada pengalaman yang diperoleh dari pasar domestik atau lokal. Biasanya mereka tidak banyak mengubah perilaku domestiknya agar sesuai dengan pasar luar negeri. Budaya, pemasaran, prosedur organisasi dan sebagainya lebih merupakan salinan dari pasar domestik. Dengan demikian, pasar luar negeri acapkali dianggap sebagai hal yang sekunder. Artinya, hampir tidak ada kegiatan penelitian yang signifikan dilakukan pada pasar luar negeri (Radomska, 2010).
Etnosentrisme muncul dari dominasi satu budaya atas budaya lainnya. Dominansi tersebut tidak hanya terkait dengan bidang budaya an sich, namun termasuk juga pada keterampilan teknik, manual, mental dan bahkan etika dan moral. Orientasi ini terbentuk secara alami karena beberapa faktor psikologik. Sekelompok orang secara historikal memiliki kecenderungan untuk bersatu secara alami, dan entah bagaimana pola perilaku kolektif mereka menjadi mirip dan serempak. Menurut Ahlstrom dan Bruton (2010) pada budaya model “etnosentrisme? tergambar adanya rasa superioritas kelompok tentang tradisi asal muasal kelahiran organisasi mereka. Mereka yang berpandangan etnosentris percaya bahwa cara yang mereka lakukan adalah hal yang terbaik, tidak peduli dengan adanya keterlibatan budaya bangsa lain. Mereka yang berpandangan etnosentris cenderung memproyeksikan nilai-nilai mereka terhadap orang lain, dan bahkan melihat budaya orang lain sebagai sesuatu yang asing, aneh dan hanya sedikit atau tidak bernilai sama sekali bagi mereka. Mereka berasumsi bahwa strategi domestik adalah yang terbaik dan lebih unggul ketimbang strategi yang bersumber dari pihak asing. Sekalipun mereka melakukan diversifikasi pasar domestik, dengan beroperasi pada pasar internasional, maka mereka senantiasa akan membawa para manajer dari negara mereka, dengan tetap menerapkan hirarki organisasi yang masih sangat terpusat sebagai subordinasi langsung dari markas mereka yang terletak di negara asal. Tentu saja strategi ini lebih memakan biaya yang signifikan, mengingat para manajer mereka harus direkrut dari negara asal (home country). Artinya, terdapat biaya kompensasi tambahan terhadap gaji pokok para pekerja yang ditempatkan di luar negeri. Namun demikian, dengan membawa manajer sendiri dari negara asal dapat memiliki beberapa dampak positif juga bagi negara tuan rumah (host countries), diantaranya terdapat aliran pengetahuan baru yang bisa diamanfaatkan. Sebaliknya, adanya perasaan lebih unggul terhadap budaya lain, dengan menerapkan kebiasaan domestik pada pasar luar negeri, mengkibatkan kurangnya daya elastisitas, keterbukaan dan fleksibilitas, yang berdampak pada peningkatan biaya dan rendahnya efisiensi. Dalam kasus terburuk organisasi bisnis mereka dapat ditolak oleh pihak pelanggan asing yang menuntut untuk mengubah orientasi pasar mereka.
Sebagaimana terjadi pada kasus Nissan di pasar Amerika Serikat (AS), dimana terdapat perbedaan suhu dan cuaca diantara kedua negara tersebut. Musim dingin di Jepang lebih ringan ketimbang di AS, dan kondisi cuaca di beberapa negara bagian di AS dapat mencapai titik suhu terendah dengan medan salju yang cukup berat. Bagi kebanyakan masyarakat di Jepang, mereka cukup menutupi mobil mereka untuk melindungi rintikan salju dan cuaca dingin. Para eksekutif Nissan berasumsi bahwa para pelanggan di AS akan melakukan hal yang sama, seperti kebiasaan masyarakat di Jepang. Faktanya para pelanggan di AS memiliki masalah dengan mobil Nissan mereka akibat dari perbedaan suhu dan cuaca. Sehingga pada akhirnya, Nissan harus mengubah orientasi pasar mereka dari yang tadinya bersifat etnosentris bergeser ke model polisentris (Keegan, 2003, 2014). Menurut Hofstede (2010), di wilayah dengan skala rentang manajemen yang lebih luas, dalam perkembangan 30 tahun terakhir ini, pendekatan etnosentris secara bertahap telah kehilangan dukungan, bukan hanya karena pandangan tersebut terbukti kurang efektif, namun adakalanya hal tersebut berakibat fatal. Mungkin ada yang dinamakan produk global, akan tetapi tidak ada manusia global. Keberhasilan suatu bisnis pada akhirnya akan tergantung pada seberapa baik suatu produk dapat menjangkau banyak pelanggan, yang perilaku mereka dipengaruhi oleh nilai-nilai yang mungkin berbeda dan sebelumnya sulit terduga oleh para manajer bisnis yang dipengaruhi oleh kelakuannya.





  1. Polisentris
Orientasi polisentris adakalanya juga disebut sebagai multilokal lebih merupakan adaptasi dari faham etnosentris, meskipun aktivitas bisnis organisasional mereka telah melebar ke beberapa pasar luar negeri. Model polisentris berasumsi bahwa masing-masing negara adalah unik sehingga mengembangkan strategi yang berbeda-beda. Masing-masing anak perusahaan di luar negeri mengembangkan strategi bisnis dan pemasarannya sendiri-sendiri. Perusahaan polisentris sering disebut dengan terminologi perusahaan multinasional. Pendekatan polisentris mulai memperhitungkan adanya spesialisasi pada masing-masing pasar luar negeri, dengan memperhitungkan keragaman budaya, preferensi dan harapan pelanggan dalam strategi pemasaran mereka. Suatu organisasi polisentris mulai tertarik untuk mempelajari spesifikasi masing-masing pasar luar negeri pada tempat mereka berada, sehingga penelitian pasar secara independen pada masing-masing pasar dianggap penting (Radomska, 2010). Dalam kasus orientasi polisentris, maka organisasi bisnis lebih berfokus pada masing-masing individu di pasar luar negeri dengan segala kekhususan lokal mereka, yang membedakan mereka dari pasar domestik. Orientasi ini didasarkan pada filosofi bahwa lebih baik menggunakan metode lokal untuk mengatasi permasalah lokal, ketimbang memaksakan suatu solusi yang asing dan mengundang pertentangan. Namun demikian, polisentrisme ekstrim juga agaknya kurang efektif, yang berasumsi bahwa pasar lokal hanya dapat difahami oleh manajer lokal, sehingga dapat menyumbat aliran pengetahuan yang berguna. Menurut Ahlstrom dan Bruton (2010) “polisentrisme ekstrim merupakan kebalikan dari etnosentrisme bahwa seseorang akan berusaha melakukan sesuatu dan mengatasi masalah dengan cara-cara lokal”, sehingga muncul pomeo ketika anda tinggal di Roma, maka berlakulah seperti orang Roma?, sehingga polisentrisme ekstrim adakalanya merupakan sumber utama dari penyimpangan etika pada sejumlah organisasi. Orientasi Polisentris mengasumsikan bahwa suatu tindakan para manajer di berbagai negara tidak perlu dikendalikan secara ketat oleh kantor pusat di negara domestik, dan sekaligus memberi kesempatan kebebasan dalam betindak. Sayangnya, hal tersebut sering memicu kebebasan yang berlebihan, sehingga timbul kekacauan dan kurangnya koordinasi diantara cabang-cabang organisasi. Bahkan para manajer lokal mulai enggan melaksanakan rekomendasi dari kantor pusat, akibat terlalu yakin pada pendiriannya dalam hal memahami pasar lokal. Dampak patologik dari orientasi polisentrisme ekstrim ini adalah berkurangnya skala ekonomi.
Misalnya, pada tahun 1990-an, Citicorp adalah organisasi yang berorientasi polisentrisme. Pada tahun 1998 Citicorp digabung dengan Travelers Group dengan membentuk Citigroup, dimana masing-masing cabang di berbagai negara dapat melakukan kebijakan mereka sendiri, yang akibatnya kepentingan seluruh cabang organisasi secara kelompok tidak terlayani, sehingga mereka menggeser orientasinya pada model geosentrisme (Bartlett, Beamish, 2010).

  1. Regiosentris
Orientasi regiosentris hampir mirip dengan polisentris, namun organisasi polisentris tidak hanya mengakui adanya perbedaan sifat spesifik pada pasar luar negeri, akan tetapi juga juga merasakan adanya sejumlah kesamaan dari masing-masing pasar luar negeri. Oleh karena itu mereka merasa perlu membuat pengelompokkan pasar yang sama berdasarkan suatu wilayah, dengan mengidentifikasi ciri-ciri yang sama (Radomska, 2010). Dengan kata lain, adanya kesamaan antar negara pada pasar yang terletak dalam salah satu wilayah atau kawasan telah memicu pengembangan dan penggunaan suatu strategi regional terpadu (Bartosik-Purgat, 2010). Munculnya kelompok antara negara yang terbentuk secara alami tersebut, sebagian dipicu oleh proses liberalisasi perdagangan, sehingga muncul pengelompokan wilayah seperti NAFTA dan Uni Eropa (EU). Menurut Shong (2008), suatu organisasi multinasional (MNC) yang memiliki kecenderungan regiosentris akan diuntungkan oleh penerimaan publik yang mengkombinasikan pendekatan etnosentris dan polisentris dengan menggunakan strategi yang memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan lokal dan regional sekaligus. Pendekatan regiosentris tidak begitu terfokus pada suatu negara tertentu saja pada suatu wilayah geografis. Dalam hal ini, segmentasi pasar didasarkan pada pengelompokan wilayah atau kelompok antar negara yang mirip antara satu dengan lainnya. Wilayah tersebut terbentuk karena adanya kesamaan seperti latar belakang budaya, ekonomi, dan politik.
Sebagai contoh, pelanggan di Amerika Utara mungkin memiliki rasa atau preferensi yang berbeda dengan pelanggan dari negara-negara pasca-Uni-Soviet. Untuk itu, Coca-Cola dan Pepsi telah menggunakan strategi regiosentris yang mengasumsikan bahwa sekelompok negara yang berada di kedua wilayah tersebut masing-masing dapat dianggap sebagai pasar tunggal. Dengan menggunakan orientasi tersebut terbuka kemungkinan perluasan perekonomian dalam skala yang lebih besar dari strategi polisentris (Wiktor et al., 2008). Suatu contoh menarik dari suatu organisasi bisnis yang berorientasi regiosentris adalah General Motors. Organisasi bisnis ini memiliki strategi yang berbeda secara signifikan yang digunakan di Uni Eropa, Amerika Serikat dan Asia. Para manajer papan atas di berbagai wilayah tersebut memiliki kebebasan yang cukup besar dalam pengambilan keputusan, sehingga orientasi regiosentris sering dikaitkan dengan adanya peningkatan desentralisasi organisasi (Kejda, 2009).


  1. Geosentris
Suatu organisasi yang berorientasi geosentris akan memperlakukan semua pasar luar negeri sebagai suatu kesatuan, yakni sebagai pasar global. Pasar global dipahami sebagai pasar tunggal, yang secara sosiologis dan ekonomis dianggap seragam. Tentu saja, penyeragaman ini mengandung banyak penyederhanaan. Namun mereka meyakini dan berasumsi bahwa sejumlah perbedaan dapat dengan sengaja diabaikan, dengan suatu keyakinan bawa pelanggan akan menerima pendekatan yang universal (Radomska, 2010). Sebelumnya Keegan dan Schlegelmilch (1999) berpendapat bahwa “orientasi geosentris merupakan sintesis dari etnosentrisme dan polisentrisme, yang melihat adanya persamaan dan perbedaan pada dunia dalam konteks pasar dan negara, sehingga diperlukan strategi global yang sepenuhnya responsif terhadap kebutuhan dan keinginan lokal”. Orientasi geosentris lebih berfokus pada mengambil manfaat dari skala ekonomi. Hal tersebut telah memicu peningkatan kualitas produk dan pelayanan yang ditawarkan dengan menggunakan sumber daya global secara efisien. Namun pada sisi yang lain, terdapat peningkatan terkait dengan biaya sumber daya manusia, manajemen HRD, dan lain sebagainya, yang timbul karena adanya kebutuhan akan kegiatan pelatihan, saluran komunikasi yang efisien, biaya transportasi, dan lain sebagainya. Terlebih lagi dengan pesatnya kemajuan teknologi akhir-akhir ini yang memungkinkan tingkat pertukaran informasi yang lebih cepat dan akurat, sehingga kondusif bagi pembentukan organisasi transnasional global. Organisasi demikian telah menghasilkan produk tertentu yang unik, seperti perangkat lunak komputer, atau peralatan medik berteknologi tinggi. Pendekatan geosentris tidak membuat perbedaan khusus antara pasar domestik dan asing, dimana strategi pemasaran mereka lebih dilandasi oleh adanya berbagai peluang yang perlu ditangani dengan cara sebaik mungkin. Mereka akan merekrut para manajer yang paling kompeten pada bidang tertentu, melampaui batas geografis, budaya, preferensi dan lain sebagainya. Para manajer lokal dianggap belum tentu memiliki kompetensi tinggi pada pasar lokal mereka, dibandingkan dengan para manajer dari luar negeri. Oleh karena itu, diferensiasi negara mulai memudar. orientasi inti dari pendekatan geosentris ini adalah mengambil hal terbaik dari yang dimiliki masing-masing negara. Orientasi ini mungkin agak mirip dengan ide-ide klasik dari teori keunggulan komparatif, yang pernah dirumuskan oleh Torrens dan dikembangkan oleh Ricardo (Budnikowski, 2003).
Dalam pendekatan geosentris antara markas atau induk dan anak atau cabang perlu bersatu dengan cara apapun untuk menghapus bias polarisasi antara negara asal dan negara tuan rumah. Oleh karena itu orientasi geosentrisme adalah suatu gagasan yang lebih dari sekedar transnasional atau multinasional semata. Intinya adalah bahwa tidak boleh adanya hambatan eksplisit antara kantor pusat dan anak perusahaan di negara lain. Semua organisasi dapat disetarakan sebagai organisme global dengan organ yang sama istimewanya yang tersebar di berbagai negara. Tentu saja, faktor-faktor seperti standar tenaga kerja, selera dan preferensi pelanggan, berbeda secara signifikan di antara berbagai negara. Wiktor et al. (2008) berpendapat, bahwa esensi dari strategi geosentris adalah sebuah pendekatan yang seragam bagi semua pasar nasional, sebagai pasar global, terlepas dari perbedaan sosial dan ekonomi tertentu di antara berbagai negara. Pendek kata, semua pasar nasional diperlakukan dengan cara yang sama sebagai segmen pasar global.
Namun demikian, sebagaimana ditekankan oleh Bartlett dan Beamish (2010), bahwa orientasi geosentris bagaimanapun merupakan kebutuhan tak terelakkan bagi setiap organisasi yang beroperasi pada pasar berskala terbesar di dunia. Orientasi tersebut seyogyanya dilaksanakan, meskipun prioritas tidak hanya difokuskan pada pencapaian keberhasilan pasar semata, paling tidak untuk sementara saja. Hal yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana mempertahankan kehadiran di pasar dan menjaga stabilisasi jangka panjang. Namun demikian Bartlett dan Beamish (2010) berpendapat, alasan bahwa organisasi yang beroperasi di pasar global masih memilih orientasi polisentris atau regiosentris, dan bahkan etnosentris, memiliki argumen yang masuk akal juga, namun bahwa para manajer papan atas mereka telah memiliki visi global. Bagimanapun orientasi geosentris adalah karakteristik dari organisasi bisnis transnasional berskala besar, yang melakukan bisnis di arena pasar dunia (Wiktor et al., 2008). Organisasi yang memilih orientasi geosentris telah memiliki landasan penelitian dan argumen pengambilan keputusan yang mendalam, dan tidak semata-mata didasarkan pada asumsi yang kaku dan sembarangan, kesemuanya merupakan hasil dari proses yang berkesinambungan dari suatu riset pasar. Karenanya karakteristik geosentrik ini adalah salah satu fitur kunci yang membedakan orientasi geosentris dari pendekatan lainnya.















  1. Contoh Penerapan EPRG
Manajemen Sumber Daya Manusia di PT Astra Internasional

Kunci keberhasilan Astra ini terletak pada komitmen bersama dalam mencapai tujuan perusahaan yakni “Sejahtera Bersama Bangsa” dilandasi visi dan misi serta filosofi “atur Dharma”. Selain itu keberhasilan Astra juga disebabkan karena sistem manajemen pengelolaan sumber daya manusia (SDM) luar biasa hebat dan berkelanjutan dengan memperhatikan setiap detailnya.

Ethnocentric
Pt astra yang berasal dari jepang melakukan pendekatan Ethnocentric yakni  segala aturan yang di terapkan di Indonesia mengikuti negara asalnya yaitu jepang ( home country ).contohnya dalam dalam peraturan sistem kerja.

Polycentric
Dalam pendekatan ini pt astra memperkerjakan tenaga kerja lokal untuk mengarur kegiatan di Indonesia, pendekatan ini bertujuan untuk memahami standar kerja lokal dengan lebih baik serta untuk mereduksi biaya kompensasi yang harus dierikan kepada pekerja ekspatriat. Kebijakan ini sekaligus menunjukkan bahwa perusahaan juga memperhatikan kesejahteraan penduduk lokal dengan memberikan berbagai kesempatan lapangan kerja dan tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam setempat saja.


Geocentric
Pendekatan geosentrik ini berusaha mecari orang terbaik untuk pekerjaan-pekerjaan penting melalui organisasi tanpa mempedulikan kewarganegaraannya. Biasanya pada Pt.Astra bagian bagian penting misalnya manager produksi berasal dari negara asalnya ( jepang) .Kebijakan ini lebih menekankan kepada pentingnya kompetensi individu tanpa melihat ras maupun kebangsaannya. Pendekatan ini merupakan langkah praktis dalam memenuhi tantangan global terhadap aspek profesionalitas perusahaan.

Regiocentric
Pada pendekatan ini, untuk menduduki posisi baik bisanya suvervisor biasanya berasal dari negara asal maupun negara sewilayah.    

Manajemen Sumber Daya Manusia di Korea Selatan
Etnosenstris
Kebudayaan ideal Korea, sebenarnya kebanyakan hanya kebudayaan ideal turunan. Contohnya adalah ajaran Kong-Hu-Chu yang melekat erat dalam kehidupan sosial dan etos kerja orang Korea tentu saja bukan kebudayaan ideal asli Korea, karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa Kong-Hu-Cu adalah kebudayaan ideal dari Cina dengan penggagasnya adalah Konfusius, seorang filsuf Cina. Kemudian, ada semangat keagamaan yang berasal dari kebudayaan Buddha yang menganjurkan pengikutnya agar beragama Buddha, inilah yang membuat orang Korea tertarik beragama. Tapi, tentu saja ada kebudayaan ideal asli Korea, seperti Hwangdo (Jalan Ksatria). Hwangdo mengajarkan bahwa orang Korea harus memiliki integritas dan disiplin yang tinggi. Hwangdo pada dahulu kala tadinya hanya untuk bangsawan tapi, sekarang semua orang Korea mengaplikasikannya. Keterbukaan pada ragam budaya dari luar, membuat korea cenderung jauh dari budaya etnosentris. Semua diserap menjadi nilai-nilai yang diaplikasikan secara positif pada etos kerja dan sosialisasi Korea selatan. Mereka menerima kebudayaan dari luar dalam aplikasi di dunia kerja, contohnya banyak perusahaan di Korea selatan misalnya Samsung, menjadi posisi kunci operasional perusahaan internasional padahal masih cenderung dipegang oleh orang-orang dari tuan rumah yang sudah mengadopsi kebudayaan dan teknologi barat.




Polisentris
Kebijakan staff Polisentris adalah kebijaksanaan dari Negara penyelenggara untuk mengelola cabang. Negara asal memegang posisi kunci dari kepemimpinan perusahaan. Pendekatan polisentris merupakan respon dari kekurangan pendekatan etnosentris. Pada dasarnya Korea Selatan memiliki budaya yang plural dimana mereka menerima semua karyawan tanpa melihat latar belakang budaya asal. Tetapi dalam hal kepemimpinan dan design kerja maupun kemanagemenan perusahaan, Korea Selatan sangat menganut system sentralisasi dimana budaya polisentris diterapkan. Beberapa perusahaan multinasional di berbagai belahan dunia, masih menempatkan kepemimpinan dari perusahaan asal di Korea Selatan.
Contohnya presiden direktur PT. LG Elektronik Indonesia yang berada di kawasan industry Tangerang, dimana perusahaan tersebut berasal dari Korea Selatan, adalah Mr. Kim Weon Dae yaitu delegasi dari PT. LG Elektronik South Korea. Begitu pula dengan PT. Samsung Elektronik Indonesia yang berada di kawasan industry Karawang (KIIC), presiden direkturnya adalah Mr. Gee Sung Choi

Geosentris
Kebijakan staff Geosentris menempatkan orang pada pekerjaan yang tepat di organisasi, tanpa melihat kebangsaaan. Contoh perusahaan Molex merupakan contoh tepat dalam menempatkan orang dalam posisi yang tepat. Pada budaya Korea Selatan, menganut non etosentris dikalangan fungsi lini karyawan. Tetapi efek dari hal itu menimbulkan budaya polisentris pada kalangan jajaran manajemen atas. Maka pelaksanaan budaya geosentris tersegmentasi dalam kedua kalangan atas dan bawah. Dimana penerapan budaya geosentris banyak diterapkan pada lini bawah atau team karyawan pelaksana. Perusahaan tidak memandang asal usul budaya asal seseorang karyawan, melainkan kinerjalah yang berbicara. Pada sampai akhirnya membuat suatu batasan prospek berkarir di Korea Selatan, bagi ekspatriat tidak bisa berharap banyak menduduki manajemen jajaran atas. Tetapi tidak menghalangi memiliki pengalaman dan bereksplorasi berkarya di Korea Selatan menjadi sangat terbuka bagi sebagian bidang karir khususnya yang berbau teknologi dan pengembangan ilmu pengetahuan.






BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Model EPRG bertujuan untuk mengidentifikasi orientasi suatu organisasi, dimana biaya dan keuntungan organisasi akan berbeda tergantung pada orientasi model tersebut. Oleh karena itu identifikasi akan orientasi yang tepat adalah sangat penting. Demikian pula halnya adalah penting agar budaya organisasi, strategi pemasaran, dan lain sebagainya dilaksanakan secara konsisten, sehingga organisasi dapat beroperasi secara efisien di pasar. Model Etnosentris berasumsi bahwa negara asalnya lebih unggul dibanding negara lain di dunia. Manajemen hanya melihat persamaan yang ada di pasar dan berasumsi bahwa produk dan kebiasaan yang sukses di negeri sendiri akan sukses juga di mana saja. Model polisentris berasumsi bahwa masing-masing negara adalah unik sehingga mengembangkan strategi yang berbeda-beda. Masing-masing anak perusahaan di luar negeri mengembangkan strategi bisnis dan pemasarannya sendiri-sendiri. Orientasi regiosentris hampir mirip dengan polisentris, namun organisasi polisentris tidak hanya mengakui adanya perbedaan sifat spesifik pada pasar luar negeri, akan tetapi juga juga merasakan adanya sejumlah kesamaan dari masing-masing pasar luar negeri. Orientasi geosentris lebih berfokus pada mengambil manfaat dari skala ekonomi. Hal tersebut telah memicu peningkatan kualitas produk dan pelayanan yang ditawarkan dengan menggunakan sumber daya global secara efisien.



DAFTAR PUSTAKA

https://sbm.binus.ac.id/2015/06/08/orientasi-bisnis-global-model-eprg-bagian-2/
https://www.slideshare.net/destywidianty/bisnis-internasional-korea-selatan
https://www.jengyuni.com/inspirasi-60-tahun-astra/

Makalah Manajemen Pemasaran Global Pengaruh Globalisasi Terhadap Pembentukan Gaya Hidup Manusia : Studi Kasus "Indomie"

MAKALAH
MANAJEMEN PEMASARAN GLOBAL
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PEMBENTUKAN GAYA HIDUP MANUSIA : STUDI KASUS “INDOMIE”


DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
ANGGEA AUDIKA LESTARI
10215778
ANGGARA ADI PRATAMA
10215775
FERRY CHRISLIANDY SEBAYANG
1B216811
RISKA LESTARI
16215056
ROMANAH KADARISMAN
16215254
YELLY CINTIA HANSEN
17215229

KELAS 4EA33



JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.


Bekasi, 27 Oktober 2018

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR    i
DAFTAR ISI    ii
BAB I PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah    1
  2. Rumusan Masalah    1
  3. Tujuan Pembahasan    1
  4. Kerangka Teori    4

BAB II PEMBAHASAN
          2.1 Globalisasi pada Produk Mie Instan    6   
          2.2 Mengenal Produk Indomie dan Perkembangannya di Dunia    7
          2.3 Analisis Pengaruh Globalisasi terhadap Pembentukan Gaya Hidup    8
          
BAB III PENUTUP
          3.1 Kesimpulan    12
 
DAFTAR PUSTAKA    13



BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Globalisasi merupakan salah satu fenomena sosial yang tidak bisa kita hindari saat ini. Dampak globalisasi semakin cepat menyebar dalam kehidupan masyarakat terutama pada gaya hidup dan perilaku. Gaya hidup yang ditonjolkan saat ini sudah banyak yang mencerminakan gaya hidup bangsa asing daripada menunjukkan keaslian budaya dan gaya hidup asli bangsa Indonesia. Pada kenyataaanya, perubahan gaya hidup akibat globalisasi ini tidak hanya dilakukan masyarakat perkotaan saja, namun juga masyarakat di daerah pedesaan. Pengaruh globalisasi terhadap gaya hidup yang paling utama adalah dari segi makanan dan minuman. Sebab, makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok yang harus manusia penuhi lebih dulu. Sekarang ini, kita dimanjakan dengan munculnya berbagai macam produk baik itu makanan dan minuman dari mancanegara yang diimpor atau memang perusahan asing yang berada di Indonesia. Banyak sekali orang-orang yang kemudian beralih dari makanan tradisional ke makanan modern atau siap saji. Beberapa makanan dan minuman asing adalah ayam goreng, steak, bostik, pizza dan burger dan aneka makanan yang lain. Akibat pengaruh globalisasi ini, masyarakat menjadi lebih memilih untuk mendapatkan sesuatu dengan serba cepat dan singkat tak tekecuali jika ingin memilih makanan. Berikut akan dibahas mengenai pengaruh globalisasi terhadap gaya hidup manusia dari produk Indomie.

  1. Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan globalisasi?
  2. Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap gaya hidup manusia?
  3. Bagaimana produk global mempengaurhi gaya hidup manusia?


1.3 Tujuan Pembahasan
  1. Mempelajari dan memahami teori mengenai globalisasi
  2. Mempelajari dan memahami pengaruh globalisasi terhadap gaya hidup manusia
  3. Mempelajari dan memahami studi kasus globalisasi pada produk global



  1. Kerangka Teori
Globalisasi adalah proses membuka diri atau masuk ke dalam pergaulan dunia. Globalisasi dalam pengertian sederhana dapat diartikan sebagai proses mendunia. Kata globalisasi berasal dari kata globe yang berarti “bola dunia”. Globalisasi juga dapat berarti sebagai tindakan yang mendunia. Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia. Dunia yang luas dan dihuni berbagai macam suku bangsa seolah-olah hanya dimiliki oleh satu bangsa yaitu bangsa dunia atau warga dunia. Dalam globalisasi, tidak ada batas-batas wilayah suatu negara. Drucker mengatakan bahwa pengertian globalisasi adalah sebuah istilah menyeluruh untuk berbagai proses ekonomi global, penyebaran komunikasi global secara instan, pertumbuhan perdagangan internasional yang cepat, dan pasar uang.
Globalisasi telah menjadi kenyataan sehari-hari yang tidak dapat dihindari. Prosesnya berlangsung sangat cepat dan kompleks, yang menjangkau segala aspek dan telah meresap ke seluruh bidang kehidupan manusia, antara lain sebagai berikut :
  • Bidang ekonomi, ditandai dengan berlakunya pasar bebas, penjualan barang produk negara lain secara bebas di negara kita.
  • Bidang politik, ditandai dengan berkembangnya masyarakat yang demokratis, yaitu masyarakat yang ikut aktif menciptakan kehidupan bersama, menghormati nilai hak asasi manusia (HAM), serta menghargai hak dan kewajiban.
  • Bidang budaya. ditandai dengan semakin terasanya pengaruh budaya negeri asing yang menyentuh semua orang dan berbagai lapisan masyarakat, misalnya perubahan perilaku berpakaian dan berbicara akibat pengaruh film dan musik negara lain.
  • Bidang sosial, ditandai dengan lahirnya kesadaran global bahwa manusia semakin merasa saling tergantung dan saling mcmbutuhkan.
  • Bidang ekologi, ditandai dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan sumber daya alam, namun sekaligus pula meningkatnya ancaman hancurnya ekosistem bumi akibat eksploitasi alam secara berlebihan.

Globalisasi terjadi karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa berdampak positif dan negatif. Begitu juga dengan globalisasi, globalisasi memberikan banyak dampak positif bagi kehidupan masyarakat dunia, tetapi juga membawa dampak negatif. Dampak positif globalisasi adalah setiap orang berlomba dan bersaing untuk berbuat yang terbaik demi mencapai hasil yang terbaik pula. Dalam persaingan ini diperlukan kualitas yang tinggi. Dalam era globalisasi setiap orang mengejar keunggulan dan kualitas sehingga masyarakat menjadi semakin dinamis, aktif, dan kreatif.
Sedangkan dampak negatif globalisasi adalah munculnya ancaman terhadap budaya bangsa. Globalisasi melahirkan budaya global yang mengancam budaya lokal, daerah, atau bangsa. Rendahnya tingkat pendidikan menjadi salah satu penyebab terseretnya masyarakat oleh arus globalisasi. Hal ini menjadikan kita kehilangan identitas diri dan rasa kebangsaan. Sebagai contoh. saat ini anak remaja dengan cepat meniru potongan rambut, model pakaian, perhiasan/asesoris, makanan, cara dan alat komunikasi, maupun perilaku bangsa asing yang tidak cocok dengan jati diri bangsa.
Tujuan globalisasi adalah menghilangkan perbedaan di antara manusia dan menciptakan persamaan hak asasi manusia. Artinya, globalisasi dapat dirasakan atau dialami oleh siapa saja, baik tua, muda, maupun anak-anak. Mereka memiliki hak yang sama untuk mengalami globalisasi, terutama dalam merasakan keuntungan adanya globalisasi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Globalisasi pada Produk Mie Instan
PT Indofood Sukses Makmur Tbk memperkenalkan Indomie, produk mie instant ke pasar internasional. Kini, lndomie bukan hanya dikenal di negara tetangga dekat seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong hingga Taiwan. Namun, Indomie sudah terbang jauh ribuan kilometer, menjangkau lebih dari 80 negara, baik di Eropa, Timur Tengah, Afrika hingga Amerika. Di Sudan dan Libanon, Indomie hampir ada di setiap toko retail dan super market. Bahkan, Indofood juga membangun pabrik di sejumlah negara, seperti di Malaysia, Saudi Arabia, Nigeria, Suria hingga Mesir.
Produk makanan Indonesia punya daya saing tinggi. Buktinya, mie instant Indonesia sudah tersebar di mana-mana, di banyak negara. Bahkan, mie instant seperti Indomie, harga ekspornya lebih mahal 30 persen dibandingkan harga dalam negeri. Alasan mengapa  mie instant Indonesia cukup populer di mancanegara karena gaung Indomie sebagai brand Indonesia begitu terasa di overseas. Membangun brand itu sangat penting. Bahkan, jika brand itu sudah populer, nilainya bisa sampai 100 kali dari equity perusahaan.
Proses bagaimana Indofood membangun merek Indomie di mancanegara berawal dari Indofood membentuk Direktorat Ekspor dengan tugas fokus mengembangkan ekspor Indomie ke berbagai negara. Tim ini aktif mempelajari semua izin impor di setiap negara. Lantas, menetapkan target negara. Saat itu, sasaran utamanya, negara dengan jumlah tenaga kerja Indonesia paling banyak sehingga Indomie populer di Hong Kong, Taiwan, Arab Saudi dan lainnya. Bahkan, di Arab Saudi konsumen Indomie sudah masuk generasi kedua. Saat pertama kali Indomie masuk pada 1990-an, mereka masih anak-anak, sekarang mereka sudah dewasa dan berkeluarga. Selain TKI, Indomie juga dibawa oleh para pelajar-pelajar Indonesia di luar negeri, sehingga Indomie juga populer di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Australia, negara yang menjadi tujuan pelajar Indonesia melanjutkan pendidikannya. Setelah menetapkan negara tujuan ekspor, Indofood membentuk regional office di masing-masing negara.
Bahkan, kami melangkah lebih jauh dengan membangun pabrik di beberapa negara lain yang menjadi target pasar utama Indomie, seperti Nigeria. Dengan pabrik di negara-negara tersebut, Indofood tetap bisa mengekspor produk lainnya, seperti bumbu, saos atau kecapnya. Sebab, bumbu-bumbu itu hanya bisa dibuat di Indonesia. Perkembangan di pasar ekspor tersebut juga didukung oleh keberadaan toko-toko Indonesia di beberapa negara, seperti di Thailand, Hong Kong, Taiwan hingga Arab Saudi. Bahkan, di Arab Saudi ada 1200 toko yang khusus menjual makanan Indonesia.

2.2 Mengenal Produk Indomie dan Perkembangannya di Dunia
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) merupakan salah satu grup usaha yang dimiliki oleh PT Indofood Sukses Makmur Tbk. ICBP merupakan produsen berbagai produk konsumen bermerek yang mapan dan terkemuka dengan berbagai pilihan produk solusi sehari-hari bagi konsumen di segala usia mulai dari 5 tahun sampai 50 tahun. Kegiatan usaha utama ICBP antara lain memproduksi produk instan, produk dairy, produk makanan ringan, produk penyedap makanan, produk nutrisi dan makanan khusus serta minuman. Divisi Mi Instan ICBP merupakan salah satu produsen mi instan terbesar di dunia, dengan kapasitas produksi mencapai lebih dari 16 miliar bungkus. Berbagai merek produk mi instan ICBP merupakan merek terkemuka dan digemari di Indonesia. Merek mi instan yang di produksi Indofood CBP antara lain : Indomie, Supermi, Sarimi, Pop Mie dan Sakura. Produk mi instan unggulan Indofood CBP adalah mi instan dengan merek Indomie. Indomie pertama kali memperkenalkan produknya pada tahun 1972, produk yang pertama kali di produksi adalah Indomie Kuah Rasa Kaldu Ayam yang saat itu sesuai dengan selera lidah masyarakat Indonesia. Puncaknya pada tahun 1983, produk Indomie semakin di gemari oleh masyarakat Indonesia dengan diluncurkannya varian Indomie Mi Goreng.
Perkembangan Produk Indomie
Tonggak Bersejarah Indomie 1972, Indofood meluncurkan mie instant (kuah) dengan merek Indomie. Sebelumnya (1968), Indofood melalui PT Sanmaru meluncurkan Supermi
1980-an, Jingle iklan “Indomie Seleraku” untuk pertama kalinya diluncurkan. Jingle iklan ini kemudian memiliki empat versi dengan lirik yang digubah. Bahkan, dihadirkan juga jingle iklan “Indomie Seleraku” versi Ramadhan, Lebaran, dan Kemerdekaan
1982, Indomie meluncurkan varian Kari Ayam dan Mie Goreng
1992, Indomie untuk pertama kalinya diekspor ke pasar mancanegara. Saat ini, tak kurang dari 60 negara di dunia telah dijajaki Indomie. Bahkan, di Nigeria, Indomie sudah menjadi market leader
1994, Program Mudik Bersama Pengusaha Warmindo (Warung Makan Indomie) digelar untuk pertama kalinya. Program tersebut kemudian rutin digelar tiap tahun hingga sekarang
2008, Kampanye bertajuk “Indomie Jingle Dare” digelar untuk pertama kalinya. Kampanye yang dikemas lewat kompetisi menggubah lirik jingle iklan Indomie itu berlangsung selama empat kali hingga 2011
2013, Indomie varian Taste of Asia diluncurkan
2015, Indomie menyasar pasar anak-anak dengan meluncurkan varian My Noodlez.
2016, Indomie meluncurkan varian Real Meat untuk membidik segmen premium. Kehadiran Real Meat juga untuk menghadang laju kompetitor Mayora Group yang lebih dulu menghadirkan Bakmi Mewah
2017, Menurut studi “Brand Footprint Global 2017” yang dilakukan Kantar Worldpanel, Indomie tercatat sebagai satu-satunya merek lokal yang masuk Top 10 Global Brand


2.3 Analisis Pengaruh Globalisasi terhadap Pembentukan Gaya Hidup : Studi Kasus Produk Indomie
    Pengaruh globalisasi terhadap gaya hidup yang paling utama adalah dari segi makanan dan minuman. Sebab, makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok yang harus manusia penuhi lebih dulu.Sekarang ini, kita dimanjakan dengan munculnya berbagai macam produk baik itu makanan dan minuman dari mancanegara yang diimpor atau memang perusahan asing yang berada di Indonesia. Banyak sekali orang-orang yang kemudian beralih dari makanan tradisional ke makanan modern atau siap saji. Akibat pengaruh globalisasi ini, masyarakat menjadi lebih memilih untuk mendapatkan sesuatu dengan serba cepat dan singkat tak tekecuali jika ingin memilih makanan. Mie instan saat ini sudah menjadi makanan pengganti makanan pokok bagi sebagian penduduk dunia, termasuk di Indonesia. Kemudahan dalam penyajian, rasa yang beragam serta harga yang murah menjadi salah satu alasan konsumen di tanah air menyantap mie instan
Berdasarkan data World Instant Noodles Association (WINA) konsumsi mie instan di seluruh dunia pada 2017 mencapai 100 miliar bungkus (porsi) naik 2,7% dari tahun sebelumnya. Adapun konsumsi mie instan Indonesia pada tahun lalu mencapai 12,63 miliar bungkus atau sekitar 12,6% dari total konsumsi dunia serta berada di urutan terbesar kedua di dunia. Sementara negara dengan konsumsi mie instan terbesar di dunia tahun lalu masih dipegang Tiongkok/Hong Kong, yakni mencapai 38,97 miliar bungkus atau lebih dari tiga kali lipat konsumsi Indonesia. Sedangkan Jepang berada di urutan ketiga dengan konsumsi 5,66 miliar bungkus.
Pada 1969, produk mi instan pertama mulai dikenalkan di Indonesia. Indomie kuah rasa kaldu ayam pun menjadi awal cerita manis sebuah produk makanan yang dinikmati berjuta manusia di dunia saat ini. Harga terjangkau, awet, dan simpel telah menjadikan Indomie kini berubah menjadi Global Brand sehingga tersedia di lebih dari 100 negara. Setidaknya di 80 negara yang merupakantujuanekspordari Indonesia. Juga terdapat lebih dari 20 lisensi brand . Bendera Indofood memiliki flagship, termasuk produk Indomie, membuatnya tidak hanya dominan di dalam negeri, juga perkasa di pasar mancanegara. Rasa Indomie membuat warga negara Indonesia (WNI) yang bermukim di luar negeri merindukan makan Indomie. Prestasi Indomie di berbagai negara memang terang benderang dibanding merek-merek lokal lain. Indomie bukan hanya dikenal di negara tetangga dekat, seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong, dan Taiwan, tapi sudah menjangkau lebih dari 80 negara di Eropa, Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika.
Bahkan di Sudan dan Lebanon, Indomie hampir ada di setiap toko ritel dan supermarket. Untuk melayani pasar yang sedemikian luas, Indofood membangun pabrik di sejumlah negara, seperti Malaysia, Saudi Arabia, Suriah, Mesir, di samping Nigeria. Indomie menjadi merek produk mi instan yang sangat populer di Indonesia dan Nigeria.
Bahkan, orang Indonesia menyebut mi instan dengan sebutan ”Indomie”, kendati yang dikonsumsi tidak bermerek Indomie. Indomie diproduksi oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Produk ini merupakan jebolan promosi word of mouth yang luar biasa yang menjadikan brand Indomie kuat di berbagai negara. Namun, Indomie tidak hanya populer di kalangan konsumen Indonesia di luar negeri.
Di Nigeria misalnya, brand ini juga begitu kokoh dan sangat populer di kalangan warga negaranya. Terdapat cerita lucu, ada seorang warga Nigeria berkunjung ke Jakarta dan mendapati Indomie di sebuah supermarket. ”Lho Indomie kan bikinan asli Nigeria, kok ada di sini,” seloroh si warga Nigeria spontan Ini bukti memang Indomie sudah menjadi merek yang dikenal luas di Nigeria.
Berdasarkan data pada tabel 1.1 Asosiasi Mie Instan Dunia atau World Instant Noodles Association (WINA) mengeluarkan data jumlah konsumsi mie instan setiap negara dalam satu tahun. Data ini dikeluarkan pada awal Mei 2016. Dengan jumlah masyarakat Indonesia, berdasarkan data worldometers.info, terhitung Mei 2016 mencapai lebih dari 260 juta orang. Maka dengan 13,2 miliar bungkus per tahun, setiap orang Indonesia rata-rata mengonsumsi 51 sajian mie instan setahun.(www.marsindonesia.com, 2017). Tiongkok menjadi negara dengan konsumsi mie instan tertinggi di dunia. Pada 2015, masyarakat di Tiongkok mengonsumsi 40,34 miliar bungkus mie. Angka tersebut naik 30 juta dari tahun 2014. Indonesia berada di urutan kedua, diikuti oleh Jepang dengan 5.540 bungkus per tahun, Serta Vietnam dan Amerika yang mengonsumsi masing-masing lebih dari 4000 bungkus serta brazil di urutan 10 dengan 2.280 bungkus per tahun. (https://news.idntimes.com, 2017).
Mie instan telah menjadi makanan yang sangat digemari di Indonesia. Studi MARS Indonesia yang dilansir pada tahun 2016 tentang Profil Konsumsi Produk Makanan mengungkapkan bahwa sebanyak 92,4% masyarakat di Indonesia dari survei yang dilakukan di 7 kota besar di Indonesia merupakan konsumen mie instan. karena harganya murah, membuatnya mudah dan praktis, awet, atau rasanya pun enak. Hasilnya, mie instan pun menjadi makanan pengganti nasi yang sangat digemari baik di rumah tangga, anak kos, bahkan di kalangan pekerja kantor. Penyebarannya semakin cepat seiring dengan pesatnya pertumbuhan bisnis warung-warung mie instan, baik di kota-kota besar maupun di pedesaan.
Berdasarkan data di atas pengaruh globalisasi terhadap gaya hidup manusia mengenai produk Indomie sebagai berikut :
  1. Indomie menjadi pengganti nasi karena harga yang murah dan kebiasaan masyarakat yang lebih membutuhkan makanan cepat saji seperti Indomie untuk menghemat waktu
  2. Indomie memiliki ciri khas rasa yang membuat konsumen mengkonsumsi Indomie secara terus menerus tidak hanya Indonesia namun juga dibeberapa negara bagian
  3. Gaya hidup masyarakat kini semakin terpengaruh dengan ketenaran di media sosial media dengan membuat inovasi baru dengan produk indomie  
  4. Beberapa masyarakat dunia lebih memilih mengimpor produk Indomie dibanding menikmati produk mie instan dari negaranya sendiri
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
    Dari pembahasan yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya, dapat dipahami bahwa nyatanya dalam kasus produk Indomie, globalisasi yang memotori terjadinya ekspansi perusahaan tersebut ke dalam level internasional berhasil menggeser nilai-nilai dan membentuk gaya hidup baru dalam masyarakat. Indomie yang merupakan mie instan saat ini sudah menjadi makanan pengganti makanan pokok bagi sebagian penduduk dunia, termasuk di Indonesia. Kemudahan dalam penyajian, rasa yang beragam serta harga yang murah menjadi salah satu alasan konsumen di tanah air menyantap mie instan, nyatanya saat ini perubahan terjadi disebagian masyarakat karena eksistensi Indomie yang terletak hampir di seluruh penjuru dunia. Indomie dapat dikatakan telah memberikan makna baru dalam gaya hidup menikmati makanan modern dan telah melakukan lifestyle branding yang hingga saat ini nyatanya cukup menarik perhatian bagi sebagian besar masyarakat dunia baik dari harga maupun rasa.



DAFTAR PUSTAKA